Aku terdampar di pojok taman, terduduk lemah bersanding dengan
para bunga yang ceria dan rerumputan yang asyik menari, di sebuah kursi panjang
aku menengadah ke lengit mencoba mencari-cari sesuatu yang hilang, langit tak
lagi putih, bahkan ia seakan pucat dan muram, mungkin karena sang surya terlalu
lama meninggalkannya, hingga ia tak lagi mampu ceria. Begitukah keadaannya
saat ini, kondisi seorang gadis bernama Yassirli Amriyyah, yang telah kurampas
panutan hidupnya. Muram dan tak lagi memiliki gairah untuk hidup karena
mataharinya telah kalah oleh pekatnya mendung. Aku tak kuasa
melanjutkannya, langit benar-benar mengingatkan aku pada Sherly. kupalingkan wajah ku
dari langit dan coba kembali menilik bumi, ternyata bumi tak jauh beda dengan
langit, kudapati dedaunan yang telah meninggalkan ranting dan berserakan di
tanah terombang-ambing oleh angin, daun -daun kering itu tak lagi sanggup untuk
setia pada ranting, mungkinkh jodoh dedaunan dan ranting telah habis? Apakah nasib ku dan
Wildan sama dengan mereka. Tuhan menjodohkan kami untuk saling mengenal tapi tidak untuk
bersatu. Entahlah aku tak tahu, seperti apa rupaku kali ini, sekoyak apa
hatiku dan sedalam apa belati menusuk menoreh jantungku. Aku sakit, tapi
benarkah aku harus mendzalimi diriku? Ah ... kenapa rasa itu
masih saja ada, kenapa harus nama itu lagi, tak bisakah otak dan hatiku
berdamai dengan ku meski hanya sejenak saja, kenapa harus Wildan, kenapa nama
itu tak pernah musnah dari pikiranku , kenapa susah sekali menghapus nama itu
dari memoriku, Tuhan ... kenapa tak Kau ciptakan tombol delete di otak ku agar
aku dengan mudah menghapus nama itu. Semua tanya itu tak
kutemukan jawabnya. Kembali kejadian dua bulan yang lalu berkelebat di depan mataku # # # # # # # Aku terduduk lemah di
sebuah kursi yang membentang di ruang tamu, kaki ku seakan tak lagi mampu
menopang tubuhku, dadaku sesak, serasah tertindih beban berat yang kasat mata,
dan butiran-butiran kristal mulai meluncur dari kelopak mataku, tanganku
gemetaran sambil tetap memegang kertas merah muda yang baru saja aku eja huruf
demi huruf yang terjajar di sana. Aku hampir tak percaya
dengan apa yang baru saja aku baca, kata demi kata yang terangkai dalam kertas
itu seperti sembilu yang mencakar hatiku. Wildan yang baru saja
menjadi lentera dalam hidup ku ternyata matahari bagi seorang gadis bernama
"Yassirli Amriyah." Sherly melayangkan petir yang berwujud secarik
kertas ke rumahku untuk meminta kembali mataharinya yang tanpa sengaja telah
aku ambil. Aku tak menyangka betapa jahatnya aku telah tega merampas
kehidupan orang lain hanya demi keegoisanku, masihkah aku pantas disebut
sebagia manusia? Aku memang tak tahu bahwa Muhammad Wildanuril Ilmi, calon
tunanganku, ternyata memiliki hubungan dengan seorang gadis bernama Yassirli
Amriyah. Tapi tetap saja aku telah merampas sesuatu yang bukan milikku. Hal yang paling
ditakutkan oleh seorang istri adalah kehilangan pemimpinnya, tapi yang terjadi
padaku ternyata, aku harus kehilangan calon tunanganku, seseorang yang ku
anggap sebagai calon imam, seseorang yang kan membimbing aku mengayuh biduk
menuju pulau indah sang Maha Cinta. # # # # # # # # "Zahwa, Tolong
dengerin aku, Aku mencintai kamu Zahwa, percaya sama aku ..." "Maaf Wil, aku
butuh waktu untuk sendiri agar bisa berpikir jernih" "Tapi bulan depan
pertungan kita, Zahwa ... aku mohon pikirkan lagi rencana kepergianmu " "Aku harus pergi,
Assalamu'alaikum""Wa'alaikum salam" Aku berlalu pergi
meninggalkan Wildan yang masih mematung di depan rumahku, kaki ku seakan
membatu tapi aku berusaha kuat untuk beranjak dari hadapannya . Aku sendiri tak
mengerti aku pergi untuk apa, apakah benar untuk menenangakan diri seperti yang
ku katakan pada Wildan, atau aku pergi untuk berlari, berlari dari kenyataan
bahwa Wildan ternyata bukan milikku. Semua mimpi indah yang
kami rajut bersama ternyata tercerai-berai hanya dengan secarik kertas yang
menyuarakan kebenaran. # # # # # # # #kuseka air mata yang mulai membanjiri pipiku
dengan kerudung putihku. Allah ... Satu bulan aku telah menjauh dari dia tapi ternyata
belum ada yang berubah, perasaanku masih tetap saja sama seperti dulu, aku
masih terus berharap bahwa surat merah jambu itu dan serentetan kejadian yang
menimpa aku dan Wildan hanyalah mimpi. Tapi tidak, aku tidak
bisa lemah, aku sama sekali tidak memiliki hak atas Muhammad Wildanuril Ilmi,
dia milik Yassirli Amriyah bukan Zahwa Aulia Syahiroh. Hatiku bergetar hebat,
saat aku melihat mobil Wildan, seutas senyum Kuhadirkan tuk menyambutnya, tapi
senyum itu memudar tatkala aku melihat seorang gadis berjubah cream turun dari
mobil wildan, gadis itu cantik, anggun dan modis, itukah Yassirli Amriyah,
kejadian satu bulan yang lalu hampir saja terulang kembali, aku hampir saja
terduduk lunglai seperti waktu itu. Untunglah aku bisa
lebih menguasai diri, kupejamkan mata sejenak sekedar menenangkan diri, kembali
kusuguhkan senyumku, agar mereka berdua tak menyadari betapa dahsyat pergolakan
batin yang sedang aku alami. Semakin lama mereka semakin dekat, dekat, dekat dan ... Ya Allah ... kuatkan
hamba-Mu yang lemah ini, jangan biarkan aku tenggelam dalam permainan setan,
Bismillah ... aku ikhlaskan Muhammad Wildanuril Ilmi untuk Yassirli
Amriyah."Assalamu'alaikum ... Zahwa" Suara itu menarik
paksa aku dari lamunan panjangku. "Wa'alaikum
Salam, Wil" "Bagaimana kabar kamu Zahwa?""Alhamdulillah,
sehat Wil, kamu?" "Alhamdulillah aku juga sehat, Zahwa kenalkan ini Sherly,
Sherly kenalkan ini Zahwa" Kualihkan pandangan ku yang sedari tadi mengamati Wildan ke arah
gadis cantik yang kini telah duduk di sampingnya, kudapati seuntai senyum yang
benar-benar tulus tak ada sedikitpun guratan keterpaksaan di sana. Aku mulai merasakan
nyeri di dadaku, bahkan dalam hal senyum pun aku kalah dengan dia, senyum yang
ia suguhkan jauh berbeda dengan senyum yang aku berikan untuk menyambutnya,
senyum yang penuh rasa keterpaksaan. Dia tetap tersenyum
padaku meski aku belum bisa merespon aku masih sibuk menenangkan hatiku yang
semakin bergejolak, aku seakan tak mampu menyembunyikan sakit yang ada di
rongga dadaku.Dengan tetap menyungging senyum Sherly mengulurkan tangannya. "Sherly"
Suara indahnya memecah keheningan "Zahwa"
ucapku masih sedikit terbata.Allah aku sadar, aku tidak memiliki daya upaya,
aku hanya mampu berencana tapi semua terserah kepada-Mu jua. Aku yakin Engkaulah
yang paling tahu mana yang terbaik untukku, jika memang Wildan adalah jodoh
Sherly, bantulah hamba agar dapat mengikhlaskannya. ---- THE END ------
Advertisement